Mungkin banyak pihak yang menaruh rasa penasaran terkait program pengembangan bersama (join development) pesawat jet tempur generasi 4,5 KFX/IFX antara PT Dirgantara Indonesia (PTDI) dengan Korea Aerospace Industries (KAI). Mungkin juga banyak yang khalayak yang bertanya ‘sudah sampai di mana kemajuan program tersebut?’.

Seperti kita ketahui, program pengembangan jet tempur berkemampuan ‘setengah siluman’ langsung dijalankan usai ditandatanganinya kesepakatan (MoU) antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Korea Selatan (Korsel) pada tahun 2010 silam.

Pada awal 2011, Indonesia mengirimkan 35 tenaga ahlinya ke Daejeon, Korsel, untuk ikut serta dalam fase pengembangan teknologi (technology development phase/TDP). Berlangsung selama dua tahun, fase ini telah menghasilkan konfigurasi awal KFX/IFX.

Kelanjutan dari fase tersebut, pada tahun 2016 program jet tempur ini memasuki fase pengembangan rekayasa manufaktur (engineering manufacturing development/EMD). Pada gelombang pertama fase tersebut Indonesia mengirim 81 tenaga ahli ke Sacheon, Korsel, untuk dilibatkan. Di fase ini juga dilakukan iterasi (perulangan) untuk mendapatkan konfigurasi akhir KFX/IFX.

Untuk mencapai konfigurasi akhir tersebut, dilakukan beberapa tinjauan desain (design review) untuk memastikan bahwa konfigurasi yang hasilkan sesuai dengan persyaratan operasional yang dibutuhkan TNI Angkatan Udara (AU) dan Angkatan Udara Korsel (RoKAF) sebagai pengguna akhir.

Awal 2018 lalu memang sempat mengalami kendala, namun Kementerian Pertahanan RI memastikan program ini tetap terus berlanjut.

Pada Juni 2018, program ini telah sampai pada fase tinjauan design awal (preliminary design review/PDR). Fase ini merupakan penentuan konfigurasi akhir pesawat tempur tersebut.

Kamis (6/12/2018) kemarin, PTDI menggelar tinjauan status kemajuan pengembangan pesawat tempur KFX/IFX di Jakarta. Dalam kesempatan tersebut, PTDI selaku industri memaparkan dan mensosialisasikan pencapaian yang telah diraih dalam program tersebut kepada para stakeholder.

“Kita undang dari Kementerian Pertahanan, Angkatan Udara, Menkopolhukam, untuk melihat sejauh mana progres pengembangan (engineering manufacturing development/EMD phase) ini yang sudah berlangsung. Karena intinya adalah kita menunjukkan kegiatan review kita terhadap progres desain yang sudah kita kerjakan,” kata Direktur Teknologi dan Pengembangan PTDI, Marsma TNI Gita Amperiawan.

Gita juga memaparkan sejauh mana sebetulnya para insinyur PTDI catch-up (mengejar keteringgalan) terhadap program ini di Korea Selatan.

“Saat ini kita sudah memasuki fase preliminary design review (PDR). Kita juga sudah melewati beberapa milestone review, di antaranya adalah sistem requirement review, sistem functional review sampai kita kepada PDR,” ungkapnya.

Artinya adalah, lanjutnya, kita memonitor terus dan kita meyakinkan terus bahwa proses pengembangan desain (prototyping) yang akan kita buat di fase ini, requirement terhadap user kita (Angkatan Udara) itu terfasilitasi.

Sebelumnya Gita menjelaskan bahwa program pengembangan bersama ini memiliki tiga fase. Pertama, technology development phase (TDP). Pada fase ini PTDI dan KAI mengakomodasi common requirement, kemudian mendesain pesawatnya.

Fase kedua merupakan pembuatan purwarupa (prototyping) dari hasil TDP.

“Jadi output dari sekarang ini adalah bagaimana kita menghasilkan sejumlah prototyping di fase ini pada tahun ini. Di tahun ini juga kita harus make sure, bahwa tahapan-tahapan yang dari hasil TDP ini juga kita kembangkan. Kita tahu betul bahwa evolusi yang terjadi atau tahapan-tahapan yang terjadi dari pesawat itu sendiri tetap mengakomodasi kepentingan dari Angkatan Udara,” kata Gita.

Tekakhir adalah fase produksi.

Dalam setiap fasenya, PTDI hanya berkontribusi sebesar 20 persen. Hal ini sesuai dengan kesepakatan yang antara kedua belah pihak.

“Hanya permasalahannya kita bicara project agreement-nya itu per fase. Jadi kita sudah selesai kemarin dan di fase ini selama satu tahun setengah mungkin ada fase untuk engineering manufacturing development,” ujarnya.

Menambahkan pemaparan Gita, Manajer Program KFX/IFX PTDI, Heri Yansyah menjelaskan, setelah melaksanakan PD, kemudian dilakukan detail desain.

“Tahun ini kita baru mulai di kegiatan detail desain, di mana semua hasil dari PDR itu dimasukkan ke produksi dalam bentuk drawing, sampai ke detail part drawing. Semua itu dimulai tahun ini. Kira-kira di bulan Juli-Agustus tahun depan (melakukan) detail desain,” jabarnya.

Setelah detail desain (akan selesai akhir 2019), pekerjaan selanjutnya adalah melakukan pembuatan purwarupa pesawat. Pada tahap puncaknya akan berlanjut pada proses pengujian dan sertifikasi.

“Jadi ini masih cukup panjang waktunya. Kalau mau dihitung persentase ya mungkin 20 persen, karena target kita di 2026 (produksi masal),” tandasnya.